Jakarta-Malaysia dan Jepang, yang jauh di
tenggara Asia, senantiasa berkiblat pada penentuan 1 Ramadan atau Syawal di Mekkah. Langit Mekkah dan Jeddah, selalu lebih terang. Rasi bintang
di malam hari selalu terlihat lebih jelas.
Selama ini perbedaan 1
Syawal dan 1 Ramadan hanya soal cara sistem penghitungan belaka, dan
kondisi langit atau ufuk saat rukyah hilal. Di masa pemerintah Soeharto
begitu kuat perbedaan “cara” itu nyaris tak pernah ada. Itu karena
pemerintah kuat, dan masih punya otoritas dan kepercayaan.
Sementara Indonesia umumnya menentukan sendiri, melalui pertemuan antara pemeritah dan ormas-ormas Islam.
Dalam
perhitungan 1 Ramadan dan 1 Syawal, ada yang memakai Hisab dengan
perhitungan astronomi yang rumit, ada pula yang memakai Ru’yah atau
melihat bulan/hilal. Ada pun yang memakai sistem Hisab berpendapat
mereka melihat bulan dengan memakai ilmu kalendering. Dengan rujukan
ini, 1 Ramadan 1455, atau di 22 tahun akan datang (tahun 2034)
mendatang, sudah bisa diketahui, atau disesuaikan dengan kalender
masehi.
Yang kedua, dengan rukyah, jika bulan terlihat, itulah saat mulai berpuasa atau berbuka puasa (Idul Fitri).
Pada
Ru’yah lokal, tiap penduduk melihat bulan sendiri-sendiri, sehingga
tiap kota atau tiap negara merayakan hari Idulfitri sendiri-sendiri bisa
berbeda satu negara dengan negara yang lain bahkan satu kota dengan
kota yang lain.
Ada pun yang memakai Ru’yah Global begitu ada
minimal 2 orang saksi yang dipercaya melihat bulan, maka itulah awal
Ramadan atau awal Syawal.
Umumnya Tim Ru’yah di Indonesia gagal
melihat hilal (bulan muda) bukan karena mereka “bodoh” atau minimnya
peralatan. Ini lebih disebabkan karena memang langit lagi berawan, atau
banyak partikel cahaya dari bumi. Inilah yang menyebabkan bulan muda
sering tertutup awan.
Selain itu, Jawa yang merupakan pulau
terpadat di dunia begitu terang oleh cahaya lampu-lampu gedung dan
rumah-rumah sehingga langit juga terlihat lebih terang termasuk di
Boscha.
Akibatnya sinar-sinar bintang dan bulan terganggu dan
terlihat kecil dan redup. Di Arab sebaliknya. Langit tidak berawan.
Dengan luas darat yang lebih besar daripada Indonesia (2,4 juta km2)
sementara jumlah penduduk cuma 1/5 pulau Jawa, banyak daerah tak bertuan
yang tidak berlampu. Gelap gulita. Itulah, kenapa langit dan rasi
bintang di Arab pada malam hari selalu lebih indah.
Sehingga
langit begitu hitam kelam, sementara bintang-bintang dan bulan jadi
tampak lebih besar (sekitar 4-6x lipat daripada di Indonesia) dan lebih
terang. Oleh karena itu, Hilal lebih mudah terlihat di sana.
Dari
perjalanan bulan, diketahui bahwa pada maghrib akhir Sya’ban atau 19
Juli 2012 nanti bulan telah wujud atau tampak di Indonesia. Akan tetapi
ketinggiannya kurang dari imkan rukyat. Ketentuan Imkan rukyat
menggunakan kriteria yang disepakati ketinggian bulan minimal 2 derajat.
Nah,
karena pada 19 Juli 2012 bulan sudah wujud tetapi kurang dari 2
derajat, maka pengguna hisab wujudul hilal akan menetapkan awal Ramadan
jatuh pada 20 Juli.
Sedangkan ormas yang menggunakan hisab imkan
rukyat akan menetapkan 1 Ramadan pada 21 Juli. Sementara itu, posisi
hilal yang rendah tadi (antara 0-2 derajat) tidak mungkin akan berhasil
di-rukyat pada 19 Juli. [003-islampos.com]

Post a Comment
Post a Comment